Tuesday, 12 July 2016

Kejahatan Seksual

Tahun 2016, pada tahun ini fenomena kekerasan seksual terhadap anak dan remaja sangat mengejutkan masyarakat. Bahkan sepanjang tahun 2016 ini, masyarakat dibuat syok dan terkaget-kaget dengan kebanyakan kasus pelecehan seksual yang melibatkan remaja dan anak di bawah umur. Bahkan mereka tak segan melakukan tindak kekerasan yang berujung pada penghilangan nyawa seseorang.

Kasus yang menimpa perempuan muda Eno P, salah satu buktinya. Korban tidak hanya diperkosa tapi juga dibunuh oleh tiga pemuda. Dari tiga orang ini, satu diantaranya siswa sekolah menengah pertama (SMP) yang masih berusia 15 tahun.

Belum lagi kasus kematian Yuyun yang membuat seluruh masyarakat Indonesia, bahkan Presiden Joko Widodo pun berkomentar dan meminta agar pelakunya ditangkap.

Berdasarkan catatan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap perempuan (Komnas Perempuan), kasus kekerasan seksual tahun 2016 naik menjadi peringkat kedua dengan jumlah kasus perkosaan mencapai 2.399 kasus atau 72 persen. Kemudian, kasus pencabulan mencapai 601 kasus atay 18 persen. Sementara, kasus pelecehan seksual mencapai 166 kasus atau 5 persen.

Siapakah yang bersalah dalam kasus-kasus kejahatan seksual ini?
Menurut saya kejahatan seksual terjadi karena adanya moral yang rusak. Moral pelaku yang melakukan kejahatan seksual, biasanya rusak oleh berbagai macam faktor.

Faktor yang pertama adalah ‘Pergaulan bebas hingga pengaruh internet’. Banyak pihak berpendapat pergaulan bebas, tanpa kontrol orang tua, menjadi faktor pemicu utama. Kehadiran gadget yang dapat mengakses berbagai macam informasi pun membuat anak-anak hingga remaja bebas mengakses internet, situs-situs berkonten porno dan tidak mendidik serta lainnya, mereka menyerap informasi secara buta tanpa bimbingan. Anak-anak dan remaja juga diperlihatkan tayangan-tayangan yang tidak mendidik. Seperti cara berpakaian mini, pacaran-pacaran di usia belia, peluk-pelukan, rangkul-rangkulan dan banyak lagi.

Semua faktor di memiliki ‘role’ masing-masing dalam pembentukan moral manusia dan mendorong anak-anak melakukan tindakan-tindakan di luar nalar manusia. Mulai dari melakukan pelecehan seksual, hingga berujung penghilangan nyawa seseorang.

Faktor kedua adalah ‘Kurangnya pendidikan atau perhatian dalam keluarga’. Kurangnya pendidikan bimbingan orang tua dalam perkembangan anak juga dapat memicu kerusakan moral anak tersebut. Berdasarkan teori perkembangan psikososial dari Erik Erikson, remaja berusaha mencari identitas dirinya dari orang-orang yang mereka kenal atau orang di sekililingnya. Nilai dan hal yang dilakukan orang di sekelilingnya akan mereka tiru dan terapkan dalam kehidupan mereka. Maka sebaiknya orang tau membimbing dan mengawasi anaknya agar tidak terjerumus ke dalam dunia yang berbau negatif.

Pihak lain yang berperan besar dalam pembentukan karakter anak adalah sekolah. Sekolah harus menyediakan wadah bagi remaja dan anak untuk menyalurkan minat dan bakatnya. Teori identitas diri yang di kembangkan oleh James E Marcia mengemukakan, remaja sebaiknya diberi kesempatan untuk menentukan peran yang mereka inginkan. Setelah mereka mendapatkan penjelasan mengenai berbagai peluang dan situasi positif, mereka akan merasa tertantang untuk memahami kondisi itu dan memahami lebih lanjut.

Berikutnya media memiliki peran penting, tayangan-tayangan dengan segemen anak dan remaja harus disortir agar sesuai dengan nilai-nilai agama dan social masyarakat Indonesia.
Dengan adanya kerja sama dari pihak-pihak berikut maka kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan remaja dan anak ataupun orang dewasa dapat ditekan.


No comments:

Post a Comment